Senin, 15 Februari 2016

Konflik Sosial


.      PENGERTIAN KONFLIK SOSIAL
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

clip_image002

Konflik dilatar belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi.Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Beberapa pengertian konflik menurut para ahli yakni sebagai berikut:
1.      Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2.      Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3.      Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4.      Menurut minnery (1985), konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan.Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan sangat erat hubungannya denga konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan.Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik.
Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya.Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.



B.       JENIS-JENIS KONFLIK

clip_image004
Konflik yang terjadi dalam suatu organisasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, salah satunya dari segi pihak yang terlibat dalam konflik. Dari segi ini konflik dapat dibedakan sebagai berikut, yaitu :
1.      Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
2.      Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.
3.      Konflik individu dengan individu
Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan individu pimpinan dari berbagai tingkatan.Individu pimpinan dengan individu karyawan maupun antara individu karyawan dengan individu karyawan lainnya.
4.      Konflik individu dengan kelompok
Konflik semacam ini dapat terjadi antara individu pimpinan dengan kelompok ataupun antara individu karyawan dengan kelompok pimpinan.
5.      Konflik kelompok dengan kelompok
Ini bisa terjadi antara kelompok pimpinan dengan kelompok karyawan, kelompok pimpinan dengan kelompok pimpinan yang lain dalam berbagai tingkatan maupun antara kelompok karyawan dengan kelompok karyawan yang lain.

C.      FAKTOR PENYEBAB KONFLIK

clip_image006

Beberapa faktor penyebab terjadinya konflik yakni sebagai berikut :
a.    Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik, artinya setiap orang memiliki perasaan, logika yang berbeda antara satu dan yang lain. Perbedaan inilah yang sering menyebabkan konflik sosial, sebab dalam menjalani hidup sosial seorang tidak selalu sejalan dengan orang yang lainnya.Misalnya ada acara pesta hiburan ada yang merasa senang dengan pesta itu tetapi adapula yang terganggu dengan acara itu karena berisik.
b.    Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya,pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
c.    Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki pendirian, logika dan perasaan yang berbeda maupun latarbelakang budaya yang berbeda. Oleh sebab itu,dalam waktu yang bersamaan,masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama,tetapi untuk tujuan yang berbeda.
d.   Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah suatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak,perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya,pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industi.Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.

D.      DAMPAK KONFLIK

clip_image008

Sejatinya dampak konflik yang terjadi diantara seseorang dengan orang lain ataupun dengan suatu kelompok dengan kelompok lain memberikan dua dampak yakni bisa dampak positif ataupun bisa dampak negatif .
Dampak positif dari konflik yaitu:
1.      Mendorong untuk kembali mengkoreksi diri : Dengan adanya konflik yang terjadi, mungkin akan membuat kesempatan bagi salah satu ataupun kedua belah pihak untuk saling merenungi kembali, berpikir ulang tentang kenapa bisa terjadi perselisihan ataupun konflik diantara mereka.
2.      Meningkatkan Prestasi : Dengan adanya konflik, bisa saja membuat orang yang termajinalkan oleh konflik menjadi merasa mempunyai kekuatan extra sendiri untuk membuktikan bahwa ia mampu dan sukses dan tidak pantas untuk “dihina”.
3.      Mengembangkan alternative yang baik : Bisa saja dengan adanya konflik yang terjadi diantara orang per orang, membuat seseorang berpikir dia harus mulai mencari alternatif yang lebih baik dengan misalnya bekerja sama dengan orang lain mungkin.
Dampak negatif dari konflik yakni :
1.      Menghambat kerjasama : Sejatinya konflik langsung atau tidak langsung akan berdampak buruk terhadap kerjasama yang sedang dijalin oleh kedua belah pihak ataupun kerjasama yang akan direncanakan diadakan antara kedua belah pihak.
2.      Apriori : Selalu berapriori terhadap “lawan”. Terkadang kita tidak meneliti benar tidaknya permasalahan, jika melihat sumber dari persoalan adalah dari lawan konflik kita.
3.      Saling menjatuhkan : Ini salah satu akibat paling nyata dari konflik yang terjadi diantara esame orang di dalam suatu organisasi, akan selalu muncul tindakaan ataupun upaya untuk saling menjatuhkan satu sama lain dan membuat kesan lawan masing-masing rendah dan penuh dengan masalah.

E.       STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK

clip_image010

Ada 5 macam pendekatan penyelesaian konflik ialah :
1.      Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang lain. Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah win-lose orientation.
2.      Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan keseluruhannya penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri. Proses tersebut adalah taktik perdamaian.
3.      Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian kompromistis antara dominasi kelompok dan kelompok damai. Satu pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu. Kedua kelompok berpikiran moderat, tidak lengkap, tetapi memuaskan.
4.      Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak.Usaha ini adalah pendekatan pemecahan problem (problem-solving approach) yang memerlukan integrasi dari kedua pihak.
5.      Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok. Keadaaan ini menggambarkan penarikan kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.


Publisher: udinuka - 21.58.00

Sabtu, 04 Oktober 2014

Anggota DPR dari PDIP Lakukan Pelecehan Seksual Pada Ketua Sidang DPR


akarta – Entah diperbolehkan atau tidak menurut etika sidang dan kepantasan, seorang anggota DPR naik ke tempat pimpinan sidang Popong Otje Djunjunan atau Ceu Popong. lalu memegang-megang sambil mengelus-ngelus serta memijat-mijat seorang wanita yang menjadi ketua sidang DPR pada saat sidang DPR yang terhormat.
Pantauan di ruang paripurna, Rabu (1/10/2014), usai Ceu Popong mengetuk palu perpanjangan rapat, anggota DPR itu langsung naik ke podium. Dia sempat memberi hormat, kemudian diri di sebelah Ceu Popong. Dia protes soal mikrofon yang padam.
“Atuh da di sini mah hurung (di sini mah nyala-red),” kata Ceu Popong.
Anggota DPR dari PDIP bernama Yulian Gunhar itu terus meminta agar mikrofon dinyalakan sambil terus mengusap-usap dan memijat-mijat ceu popong ketua sidang DPR. Beberapa staf DPR meminta agar dia tak naik ke podium. Tapi rupanya, anggota DPR itu nekat meminta mikrofon menyala.
Hingga kemudian, akhirnya setelah 5 menit ‘merayu’ dia akhirnya turun dari podium. Ceu Popong pun langsung berkomentar soal ulah anggota DPR itu. “Tidak boleh naik ke tempat pimpinan sidang,” terang Ceu Popong.
Sorakan pun langsung menggema. “Dasar norak,” teriak sejumlah anggota DPR kepada anggota DPR yang maju.
Publisher: udinuka - 10.24.00

Minggu, 17 Agustus 2014

Inilah Tentara Jepang Pembela Indonesia di Zaman Perang Dunia II

Sakari Seorang Veteran Kemerdekaan yang berasal dari Jepang lalu beralih ke warga negara Indonesia, Ia merasa perjuanganya sia-sia melihat banyaknya kasus korupsi yang terjadi di bangsa ini.
Liputan6.com, Jakarta - Pada 1945 Jepang dinyatakan kalah dalam Perang Dunia II. Sebagian tentara Jepang di Indonesia kembali ke negara asal. Tapi sebagian lagi ternyata memilih tetap berada di Indonesia untuk membantu pejuang Indonesia melawan pasukan Belanda. 

Dalam Sosok Minggu Ini yang ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Minggu (17/8/2014), Yayasan Warga Persahabatan mencatat, 903 orang tentara Jepang memilih membela Indonesia. Dari jumlah itu, 243 orang gugur dalam pertempuran, 228 lainnya dinyatakan hilang dan 324 orang akhirnya memilih Indonesia sebagai tanah air baru.

Salah satu di antara mereka yang menjadikan Indonesia sebagai tanah airnya, Sakari Ono atau kini dikenal sebagai Rahmat Shigeru Ono. Di usia 20-an, Sakari Ono dikirim ke Indonesia. Ia ditugaskan memberi pelatihan teknik bertempur pada pejuang Indonesia. 

Ketika Jepang dinyatakan kalah perang, Sakari menolak pulang ke Negeri Sakura. Ia memilih angkat senjata bersama para pejuang Indonesia. Bagi Sakari, pilihan dan langkahnya adalah perwujudan dari janji Kaisar Jepang. Sakari tidak ingin Jepang disebut sebagai penjajah.

Sakari bertanggungjawab penuh terhadap pilihannya. Ia bertempur sepenuh hati. Di mata mereka yang berjuang bersamanya, Sakari seakan tidak kenal takut. Ia bahkan kehilangan tangan kiri di salah satu pertempuran membela kemerdekaan Indonesia. 

Sakari akhirnya menikah dengan perempuan asli Indonesia dan dikaruniai 6 orang anak. Namanya berganti menjadi Rahmat Shigeru Ono. Karena jasa-jasanya di zaman perjuangan, Rahmat Shigeru Ono mendapat bintang gerilya pada 1958 di zaman Presiden Sukarno.

Rahmat Shigeru Ono cinta Indonesia. Tapi pejuang kemerdekaan ini sering prihatin dengan situasi Indonesia yang sekarang penuh dengan kasus-kasus korupsi. Rahmat bahkan sering merasa perjuangannya sia-sia.

Sekarang di usia 95 tahun, Rahmat adalah satu-satunya bekas tentara Jepang pembela Indonesia yang masih hidup. Saat Indonesia merayakan hari kemerdekaan ke 69, Rahmat tengah terbaring sakit.

Pejuang kemerdekaan ini tak bisa lagi berbicara panjang. Tapi Rahmat tetap berharap bangsa Indonesia akan bersinar dan semakin jaya.
 
"Indonesia itu maju... lebih kuat... secara internasional... itu harapan...." ucap Rahmat sambil terbaring lemah di rumah sakit. (Sun)
Publisher: udinuka - 16.58.00

Jumat, 04 Juli 2014

TVOne, Bonek, dan SBY


Selama bertahun-tahun, boleh jadi tidak ada kelompok masyarakat yang paling disalahpahami dan diperlakukan tidak adil oleh media massa selain Bonek. Bonek adalah akronim dari Bondo Nekat, Modal Nekat, sebutan untuk kelompok suporter klub sepak bola Persebaya Surabaya. Media massa memberikan kerangka kepada publik untuk memandang Bonek dalam satu sisi saja: hitam, kelam, jelek, negatif. Kerangka atau 'framing' tersebut sangat jelas terlihat, saat sebagian Bonek melakukan kerusuhan, porsi pemberitaan di media massa melebihi kelompok suporter yang melakukan tindakan serupa. Ini disampaikan sendiri oleh para Bonek yang saya temui. Mereka merasa pemberitaan media massa tidak cukup berimbang. Saat Bonek melakukan tindakan positif, sedikit atau bahkan tak ada media massa yang mengabarkan. Puncaknya adalah saat Karni Ilyas menyinggung perilaku Bonek dalam program Indonesia Lawyer Club di TVOne, padahal tak terkait langsung dengan tema acara tersebut. Bonek marah. Sebagian berunjuk rasa di kantor perwakilan TVOne di Surabaya. Tidak ada perusakan, tidak ada penghancuran. Hanya yel-yel menghujat Karni dan TVOne. Namun, bukan aksi unjuk rasa itu yang fenomenal dan membuat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) angkat topi. Entah siapa yang mengawali ide ini: melalui media sosial, para Bonek menyosialisasikan nomor ponsel layanan publik KPI. Mereka membombardir nomor tersebut dengan laporan protes dan keberatan atas pernyataan Karni Ilyas. "Mereka mengirimkan ribuan SMS ke nomor pengaduan KPI, sehingga waktu itu mesin penerima pengaduan kami hang (tidak berfungsi). Jumlah pengaduan itu tertinggi yang kami terima. Keesokan harinya, Karni Ilyas menyatakan permintaan maaf secara terbuka kepada Bonek," kata Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jawa Timur Maulana Arif, dalam sebuah seminar di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Senin (23/6/2014). Maulana memandang, jika komunitas suporter seperti Bonek bisa melakukan itu, seharusnya hal serupa bisa dilakukan pula oleh masyarakat Indonesia dari lapisan yang lebih terdidik dan lebih melek politik. Pengawasan terhadap media penyiaran, baik televisi maupun radio, memang berbasis masyarakat. Ini merupakan jalan keluar dari diskusi mengenai model pengawasan terhadap media penyiaran, yakni otoritarian (dilakukan oleh negara), libertarian (dilakukan melalui mekanisme internal media bersangkutan), dan demokratis. Maulana mengimbau kepada masyarakat untuk tidak dibingungkan soal prosedur dan pasal-pasal hukum pengaduan. "Masyarakat ini kan sejak kecil sudah dibekali nilai-nilai. Nah, dilihat saja, kalau memang tayangan TV itu tak sesuai dengan nilai-nilai, laporkan saja. Nanti biar kami yang mencari pasal-pasalnya," katanya. Sayang, apa yang dilakukan Bonek, kelompok yang seringkali dicap tak terpelajar, serampangan, dan tak terkoordinasi, justru tidak dilakukan oleh sebagian pendukung calon presiden dan wakil presiden, Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Merasa dirugikan pemberitaan TVOne, sejumlah orang menyerbu studio TVOne di Jakarta dan Jogjakarta. Vandalisme terjadi dan menyisakan luka dalam sejarah pers kita. Jika amarah tak tertahan dan pelampiasan kekecewaan dijadikan dalih untuk memaklumi aksi tersebut, maka kehidupan pers terancam kembali ke masa Orde Baru dengan wajah yang berbeda. Semasa Orba berkuasa, pers ditekan oleh penguasa. Kini setelah era kebebasan tiba, pers mendapat tekanan dari kelompok massa yang berbeda kepentingan. Saya tak bisa membayangkan, bagaimana jika kelompok massa yang melakukan kekerasan terhadap pers berkuasa. Apakah ada jaminan kemerdekaan pers tetap terjaga? Selama sepuluh tahun belakangan ini, ada baiknya kita belajar dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kebijakannya senantiasa dihantam oleh media massa yang berseberangan dengan pemerintah. Sebaik apapun kebijakan SBY, selalu ada celah untuk menghantam, bahkan kadang dengan cara dan proporsi yang tak adil. Namun selama itu juga, SBY tak pernah memerintahkan para pendukungnya melakukan perusakan atau penyerangan terhadap kantor media massa yang menghantamnya. SBY juga tak melaporkan media massa tersebut ke polisi dan menggunakan institusi hukum untuk menangkap atau memberikan tekanan. Pelaku media massa bukan malaikat, tapi juga bukan setan. Mereka tetap manusia yang memiliki dua sisi, sebagaimana layaknya dua sisi mata uang: Obyektif dan subyektif. Oleh sebab itu, negara kemudian membuat undang-undang untuk melindungi kebebasan berbicara sekaligus memberikan batasan agar media massa tak menabrak tatanan dalam bekerja. Undang-undang menjadi jembatan yang mempertemukan kepentingan media massa dengan publik. Beritajatim.com sendiri pernah memiliki pengalaman bersilang pendapat dengan narasumber. Suatu ketika, Gaya Nusantara, sebuah kelompok gay, lesbian, transgender, dan biseksual, melayangkan surat keberatan ke redaksi. Mereka menilai judul berita Beritajatim.com soal dukungan kaum gay, lesbian, transgender, dan biseksual terhadap Jokowi-Jusuf Kalla tidak sesuai dengan isi berita dan pernyataan yang disampaikan. Gaya Nusantara menilai, judul berita Beritajatim.com akan menimbulkan persepsi dan 'misleading' para pembaca dan pemilih Jokowi. Gaya Nusantara lantas meminta agar surat keberatan dan naskah deklarasi dukungan untuk Jokowi diterbitkan. Redaksi menanggapi serius keluhan Gaya Nusantara. Kami berpendapat, tak ada yang salah dari judul berita, dan judul berita seharusnya tak bisa diintervensi oleh siapapun. Namun kami menghormati apa yang menjadi persepsi Gaya Nusantara terhadap judul tersebut. Maka, akhirnya kami memilih memenuhi permintaan tersebut dengan mengacu pada Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik. Berita protes dan keberatan Gaya Nusantara itu ditempatkan di posisi kepala berita atau headline, kendati tak ada kewajiban bagi kami untuk melakukannya. Apalagi berita yang diprotes tak pernah menjadi headline. Namun kami mencoba menjaga kepercayaan publik dan kami menghargai Gaya Nusantara yang melakukan keberatan dengan cara beradab. Maka tak ada salahnya kami memutuskan berita protes tersebut ditempatkan di kolom utama dalam situs Beritajatim.com. Pers memang tak sempurna. Para pekerja media, apalagi pemilik media, tentu memiliki hasrat, visi, dan agenda kebijakan redaksi masing-masing yang bisa saja bersinggungan dengan kepentingan kelompok lain. Namun tak ada alasan pembenar kepada siapapun untuk merusak, menghancurkan, atau melakukan aksi vandalisme, setiap kali merasa dirugikan oleh media massa. Di satu sisi, pekerja media harus senantiasa mengoreksi diri untuk tak menabrak etika dengan alasan apapun, termasuk memberitakan sesuatu yang belum tentu benar atau membuka dan membocorkan informasi off the record maupun sumber anonim dengan alasan subjektif apapun. Jika hal-hal seperti itu dilakukan, maka institusi pers tak akan bertahan lama di hadapan publik, karena kepercayaan (trust) yang menjadi modal utama media massa telah hilang. Sekali lagi, kita mendapat pelajaran penting hari ini: kebebasan harus dirawat bersama. Tidak dengan kekerasan, namun dengan dialog dan komunikasi. [wir/air]

Publisher: udinuka - 09.14.00
 

 

Our Leading Clients

Awesome people who trust us